Muliainfo.com, Makassar – Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, akhirnya angkat bicara terkait pemutusan kontrak terhadap 400 pegawai Perumda Air Minum (PDAM) Makassar. Isu yang beredar menyebut langkah ini sarat kepentingan dan diduga bagian dari praktik nepotisme. Namun Munafri menegaskan, langkah itu murni bagian dari penataan, bukan dominasi keluarga atau politik dinasti.
Isu tersebut menyeruak setelah Plt Direktur Utama PDAM Makassar, Hamzah Ahmad, kembali menjabat dan mulai melakukan penataan internal. Nama Hamzah disebut-sebut mengisi jajaran direksi dengan orang dekat dan kerabat, tudingan yang langsung dibantah Munafri. “Tidak ada isu dinasti. Ini hanya penataan organisasi agar lebih sehat,” ujarnya saat ditemui di Balai Kota, Senin (19/5/2025).
Munafri menduga, tudingan itu dilontarkan oleh pihak-pihak yang merasa terganggu oleh langkah tegas manajemen. Ia menyebut, banyak pegawai yang sebelumnya direkrut tidak melalui prosedur yang sah dan kini keberadaannya harus dievaluasi. “Kalau ada yang marah, mungkin karena merasa terdampak. Tapi aturan harus ditegakkan,” katanya.
Sejak Hamzah memimpin kembali, sekitar 400 pegawai telah diputus kontraknya. Mereka diduga direkrut tanpa mengikuti regulasi yang berlaku sejak tahun 2022 hingga 2025. Temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulsel mengungkap bahwa rekrutmen tersebut menimbulkan kerugian hingga Rp126 juta per bulan.
Total kerugian akibat rekrutmen yang tidak sesuai ketentuan ini diperkirakan mencapai Rp4,5 miliar selama tiga tahun. Jumlah tersebut dinilai membebani keuangan perusahaan yang kini sedang dalam kondisi kritis. “Kalau ini terus dibiarkan, bukan hanya jadi masalah keuangan, tapi bisa berdampak hukum,” ujar Hamzah Ahmad.
Lebih lanjut, Hamzah menyoroti kondisi jumlah pegawai PDAM yang kini mencapai lebih dari 1.400 orang. Sementara pelanggan aktif hanya sekitar 200 ribu. Rasio ini jauh dari standar ideal menurut Permendagri, yakni 4–5 pegawai untuk setiap 1.000 pelanggan. Di Makassar, 1.000 pelanggan justru dilayani oleh enam pegawai.
Direksi saat ini juga menemukan bahwa dalam laporan sebelumnya, jumlah pelanggan non-aktif tetap dimasukkan dalam hitungan, seolah-olah kinerja pegawai sudah seimbang. Padahal, beban operasional terus melonjak. Biaya gaji pegawai meningkat tajam dari Rp8 miliar di tahun 2022, menjadi Rp12 miliar pada 2023, dan menembus Rp15 miliar pada 2024.
Selain rekrutmen, masalah kehilangan air juga menjadi penyumbang besar kerugian. Plt Direktur Keuangan PDAM Makassar, Nanang Sutarno, melaporkan bahwa perusahaan mengalami kerugian hingga Rp7,5 miliar hanya dalam tiga bulan pertama tahun ini. “Hilangnya air mencapai 50 persen, ditambah beban operasional yang tinggi,” ujarnya.
Hamzah menegaskan, pihaknya tidak akan memperpanjang kontrak pegawai yang habis pada Mei 2025. Ini dianggap sebagai langkah tegas untuk menghentikan praktik yang membahayakan keberlanjutan perusahaan daerah tersebut. “Kalau dibiarkan, kita akan terus merugi, dan itu jadi beban daerah,” tegasnya.
Ia bahkan menyebut rekrutmen pegawai sebelumnya berlangsung “ugal-ugalan”, dengan jumlah penerimaan mencapai 5–17 orang per hari. “Karena diurus secara ugal-ugalan, maka penyelesaiannya juga harus tegas,” tambah Hamzah, menyiratkan tekadnya untuk bersih-bersih di tubuh PDAM.
Meski diterpa isu miring, Wali Kota Munafri tetap memberikan dukungan penuh kepada jajaran direksi saat ini. Ia menilai langkah perampingan adalah bagian dari proses transisi untuk memperbaiki sistem dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap PDAM. “Yang penting sekarang adalah bekerja dengan benar,” tandasnya.
Munafri berharap seluruh pihak mendukung upaya pembenahan ini, termasuk masyarakat dan DPRD. Ia meyakini, jika penataan berhasil dilakukan dengan transparan dan profesional, maka PDAM bisa kembali memberikan kontribusi nyata bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Makassar. “Bukan soal siapa yang duduk di situ, tapi apa yang mereka kerjakan,” pungkasnya.
Yahya*